MEMANDANGI koran, melahap foto doktor termuda
Indonesia I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi WS, 27 tahun, mataku tidak
berkedip.”Cantik, badannya bagus, senyumnya mempesona,” gumanku memuji.
”Kalauaku masih muda, aku akan datang kepadamu dan langsung melamar.”
Ami yang
sejak tadi di belakangku nyeletuk, ”Begitu ya? Bagaimana kalau ditolak?”Aku
mengangguk.
”Ditolak,
diusir, bahkan diinjek-injek pun aku masih senang. Aku kagum di Indonesia ini
masih ada perempuan yang belum kepala 3 sudah jadi doktor. Sudah jadi bintang di
malam gelap bagi pelaut yang sesat. Gila!”
Aku menunggu
reaksi Ami. Tapi Ami diam saja. Ia mengambil koran dari tanganku..
”Seorang
wanita adalah sebuah cahaya,” kataku selanjutnya menggembungkan pujian, ”Hanya
cahaya yang bisa membuat negeri ini bangkit dari kegelapan. Begitulah arti
kehadiran perempuan. Jadi bukan hanya memikirkan mobil, rumah mewah dan duit
untuk berfoya-foya, tetapi membangun negeri. Mengembalikan kembali greget para
pemimpin negara yang sudah bangkrut moralnya seperti sekarang. Jadi banggalah
menjadi perempuan, Ami!”